STRATEGI BANGUNAN PERTAHANAN DI WILAYAH SUMEDANG: KAJIAN SISTEM PERTAHANAN

Nur Septiadi

Abstract


Penelitian ini berfokus pada strategi pertahanan yang diterapkan pada benteng-benteng di wilayah Sumedang, khususnya dalam konteks pemerintahan kolonial Belanda di awal abad ke-20. Latar belakang penelitian ini berakar pada pentingnya Sumedang secara strategis, yang terletak di jalur utama dari timur ke Bandung—kota yang dianggap sebagai ibu kota potensial Hindia Belanda saat itu. Untuk melindungi wilayah ini, pemerintah kolonial membangun serangkaian benteng yang saling terhubung, membentuk sistem pertahanan yang kokoh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana struktur-struktur ini, seperti Benteng Palasari, Benteng Gunung Koentji, dan Benteng Baterai, dirancang dan dioperasikan untuk memantau wilayah tersebut, melindungi rute pasokan, dan memberikan dukungan artileri jarak jauh. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data melalui tinjauan pustaka, arsip sejarah, dan pengamatan langsung di lapangan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sistem pertahanan ini berhasil mengintegrasikan keunggulan geografis Sumedang dengan teknologi pertahanan modern, menciptakan jaringan benteng yang mampu melawan berbagai ancaman. Kesimpulan penelitian ini menekankan bahwa sistem perbentengan di Sumedang tidak hanya penting dalam konteks lokal tetapi juga sebagai bagian dari upaya Belanda untuk mempertahankan dominasinya di Jawa Barat.

Kata Kunci: sistem pertahanan, Sumedang, kolonial Belanda, strategi militer


References


Abbas, N. (2001a). Dutch Forts of Java: A Locational Study. National University Of Singapore.

Abbas, N. (2001b). Sarana Pertahanan Kolonial di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.

Abbas, N. (2002). Bekas Benteng-Benteng Belanda di Jawa Tengah: Penggunaan dan “Penyalahgunaannya.” In Berkala Arkeologi Th.XXII (1). Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.

Abbe. R, G. (1938). Marc-René Marquis de Montalembert. Bulletins et Mémoires de La Société Archéologique et Historique de La Charente.

Bennett, L. (2011). The Bunker: Metaphor, materiality and management. Culture and Organization, 17(2), 155–173. https://doi.org/10.1080/14759551.2011.544894

Dark, K. R. (1995). Theoretical Archaeology. Newyork: Cornell University Press.

Denman, D. S. (2019). On fortification: Military architecture, geometric power, and defensive design. Security Dialogue, 51(2–3), 1–17. https://doi.org/10.1177/0967010619889470

Djamhari, S. A. (2002). STELSEL BENTENG DALAM PEMBERONTAKAN DIPONEGORO 1827-1830: Suatu Kajian Sejarah Perang. Universitas Indonesia.

Floyd, D. E., Kaufmann, J. E., & Jurga, R. M. (1999). Fortress Europe: European Fortifications of World War II. In The Journal of Military History (Vol. 63). Pennsylvania: Combined Publishing. https://doi.org/10.2307/120601

Heine, H. (1844). Minden ist eine feste Burg. Hat gute Wehr und Waffen! Mit preußischen Festungen hab ich jedoch nicht gerne was zu schaffen. Deutschland: Ein Wintermärchen.

Hermawan, I. (2010). Nilai Strategis Jalan Deandles bagi Pertahanan Hindia Belanda di Pulau Jawa. Bandung: Alqaprint.

Hermawan, I. (2021). Bencana Di Batavia Dan Pemindahan Pusat Pemerintahan Pada Masa Kolonial Belanda. Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 149–157. https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.14

Lasmiyati, L. (2014). Ditioeng Memeh Hoedjan: Pemikiran Pangeran Aria Suria Atmadja dalam Memajukan Pemuda Pribumi di Sumedang (18000-1921). Patanjala: Joernal of Historical and Cultural Research, 6(2), 223–238. Retrieved from http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/196

Lepage, J.-D. G. G. (2010). French Fortifications”, 1715-1815: An Illustrated History (I. P. McFarland & Company, Ed.). Amerika.

Marihandono, D. (2008). Perubahan peran dan fungsi benteng dalam tata ruang kota. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 10(1), 144. https://doi.org/10.17510/wjhi.v10i1.182

Mutawally, A. F., & Dienaputra, R. D. (2024). Perubahan gunung kunci dari fungsi benteng pertahanan menjadi taman hutan raya, 1917-2023. Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 14(1), 52. https://doi.org/10.25273/ajsp.v14i1.16717

Nurmala, S., & Arafat, A. (2024). Sistem Pertahanan Berlapis Benteng Willem I Ambarawa. JANUS, 2(1), 27–45. Retrieved from https://journal.ugm.ac.id/v3/janus/article/view/12396/4252

Pawitro, U. (2014). ‘Benteng-Benteng’ Peninggalan Kolonial Belanda Di Pulau Jawa (Telaah Evaluatif : Letak / Posisi , Kegunaan Dan Antipasi Masa Mendatang). Seminar Nasional Arsitektur Pertahanan, 24–33.

The Editors of Encyclopaedia Britannica. (2024). Marc-René, marquis de Montalembert. Retrieved August 29, 2024, from Encyclopedia Britannica website: https://www.britannica.com/biography/Marc-Rene-Marquis-de-Montalembert

Tim Nawa Cipta. (2018). Pemindahan Ibukota Negara/Pemerintahan Indonesia. In Bappenas. Jakarta.

Von Brunner, M. . (1911). Permanent Fortification for the Military Training Establishments and for the Instruction of Officers of All Arms the Austro-Hungarian Army. London: School of Military Engineering Linton.

Walvoord, K. A. (1989). Czechoslovakia’s Fortifications: Their Development and Impact on Czech and German Confrontation. University of North Texas.




DOI: https://doi.org/10.36869/pjhpish.v9i2.407

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2024 Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora

 

 

 

 

 

 

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Atribution 4.0 International.