NILAI BUDAYA BABACAKAN DALAM HAUL PRABU DALEM WONG SAGATI

Agus - Heryana

Abstract


Abstrak

Saat makan dijadikan sebuah peristiwa budaya dalam wujud tradisi makan bersama, maka yang terjadi adalah perubahan paradigma.  Tradisi makan tidak lagi sekedar pelipur lapar pelepas dahaga, namun berfungsi sebagai media hubungan (interaksi) sosial antara individu dengan individu dan atau individu dengan masyarakat luas. Makan menjadi kompleks saat dikaitkan dengan system dan nilai budaya.   Semua itu terakumulasikan dalam tradisi makan bersama yang di Provinsi Banten disebut Babacakan.  Tradisi Babacakan tidaklah berdiri sendiri, melainkan selalu digandengkan dengan tujuan-tujuan tertentu. Sekurang-kurangnya bertujuan mempererat persaudaraan dan menghormati tamu. Oleh karena itulah pada Upacara Haul Prabu Dalem Wong Sagati selalu diakhiri dengan tradisi Babacakan.  Babacakan pada upacara yang dimaksud akan diteliti menggunakan metode deskripsi analisis dengan menggunakan pendekatan orintasi nilai budaya. Tujuannya tidak lain untuk mengetahui nilai budaya yang terkandung di dalamnya.   Simpulan yang diperoleh diantaranya (1) dasar pijakan babacakan adalah sedekah makanan; (2) fungsinya memperat persatuan dan menjalin kebersamaan baik keluarga maupun kelompok masyarakat; (3) menghadirkan keakraban; (4) ajang sosialisasi untuk aktualisasi diri atau kelompok.

 

Kata kunci : babacakan, makan bersama, sedekah, haul, silaturahmi

 

 Abstract

When meal is made into a cultural event in the form of banquet tradition, what occurs is a paradigm shift. The meal tradition is no longer just a hunger filler or thirst quencher, but also serves as a medium for social relations (interactions) among individuals and/or between individuals and the wider community. Meal becomes complex when interacting with cultural systems and values. All of that is accumulated in a banquet tradition which, in Banten Province, is called babacakan. The babacakan tradition does not stand alone, but is always coupled with certain goals. At least it aims to strengthen brotherhood and respect for guests. That is why the memorial ceremony of Prabu Dalem Wong Sagati always ends with the babacakan tradition. The babacakan tradition will be studied using a descriptive analysis method by means of a cultural value orientation approach. The goal is none other than to know the cultural values contained in it. The conclusions obtained include (1) the basis of babacakan is food alms; (2) its function is to strengthen unity and establish togetherness in both families and community groups; (3) presenting familiarity; (4) a socialization event for self-actualization or groups.

 

  

Keywords: babacakan, banquet, alms, memorial ceremony, gathering

References


Daftar Pustaka

(LBSS), L. B. & S. S. (1985). Kamus Umum Basa Sunda. Tarate.

Adeng, & Galba, S. (2006). Sistem Teknologi Tradisional.

Andayani S., R., & Trenasih, R. I. (2006). Upacara Tradisional di Kampung Urug.

Chamber-loir, H., & Guillot, C. (2010). Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu.

Danadibrata, R. A. (2006). Kamus Basa Sunda. Kiblat Buku Utama.

Djayawiguna, H. I. B. dan U. K. (1983). Kumpulan Babasan jeung Paribasa Sunda. Pustaka Buana.

Handayani, R., Bahari, Y., & Salim, I. (2018). SOSIALISASI DALAM MELESTARIKAN TRADISI MAKAN DALAM KELAMBU PADA SUKU BUGIS.

Hayani. (2017). Pesan Dakwah dalam Makan Patita pada Masyarakat Kota Ambon Provinsi Maluku. IAIN Kendari.

Herayati, Y., Masnia, N., & Haryanti, T. (1986). Makanan : Wujud Variasi dan Fungsi serta Cara Penyajiannya pada Orang Sunda Daerah Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasai dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Gramedia.

Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru.

Koentjaraningrat. (1990). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian Rakyat.

Mangoendikaria, M. (2017). Kamus Sunda Dialek Banten. Serang: Laboratorium Bantenologi.

Marlina, N. (2006). Makanan Tradisional Masyarakat Banten.

Marwanti. (1997). Menanamkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Tradisional sebagai Aset Budaya dan Wisata Boga. Cakrawala Pendidikan, No 2 Tahun, 96–101.

Nisfiyanti, Y., Trenasih, R. I., Merlina, N., Rosmana, T., A.P., S., Heryana, A., & Purnama, Y. (1998). Sajian dalam Upacara Adat.

Purwadi. (2007). Pranata Sosial Jawa. Cipta Karya.

R.Satjadibrata. (1950). Kamoes Soenda-Indonesia. Balai Pustaka.

Raffles, T. S. (2014). The History of Java. Narasi.

Rigg, J. (2009). A Dictionary of the Sunda Language of Java (2nd ed.). Kiblat Buku Utama dan Universitas Padjadjaran.

Rosidi, A. (2000). Ensiklopedi Sunda. Pustaka Jaya.

Rostiyati, A., Intani, R., Hermana, Satriadi, Y. P., & Rosmana, T. (2009). Ragam Makanan Tradisional Betawi.

Souisa, N. N. (2017). Makan Patita: Nilai dan Maknanya dalam Membangun Pendidikan Kristiani yang Kontekstual. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Widagdo, S., & Kurnia, E. D. (2014). Nilai Pendidikan Dalam Upacara Tradisi Haul Semangkin Di Desa Mayong Lor Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. LINGUA, Lingua. Vo. https://doi.org/http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua

Widiasih, P., Wesnawa, I. G. A., & I Gede Budiarta. (n.d.). Kajian Pelestarian Tradisi Megibung Di Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem (Perspektif Geografi Budaya).




DOI: https://doi.org/10.36869/pjhpish.v9i1.340

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2024 Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora

 

 

 

 

 

 

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Atribution 4.0 International.